oleh : Ummu Ibrahim
(1)
Seorang laki-laki mempunyai fitrah untuk
cenderung kepada lawan jenisnya yaitu seorang wanita. Begitu juga seorang
wanita senantiasa menginginkan untuk bisa bersanding dengan orang yang dicintainya.
Laki-laki yang bisa melindunginya, menjaganya, dan menyayanginya dengan
tulus. Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang sempurna telah mensya’riatkan
adanya pernikahan. Dimana dengan syari’at yang agung ini Allah subhaanahu
wata’ala telah menghalalkan apa yang sebelumnya diharamkan bagi laki-laki
dan wanita.
Allah Ta’aala berfirman :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي
ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
[الروم:21]
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.” (Ar Ruum : 21)
Dan juga dalam ayat yang lain Allah subhaanahu
wa ta’aala berfirman :
فَاطِرُ
السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ
الأَنْعَامِ أَزْوَاجًا. [الشورى:11]
“Dialah Allah yang telah menciptakan langit
dan bumi. Dan menjadikan pasangan-pasangan bagi kalian dari jenis kalian
sendiri. Dan dari jenis binatang ternak juga berpasang-pasangan.” (Asy
syuura :11)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
:
استوصوابالنساءخيرا,
فإنهنّعوانعندكم, استحللتمفروجهنّبكلمةالله
“Berwasiatlah kebaikkan kepada wanita,
sesunggunhya mereka disisi kalian (bagaikan) tawanan, dihalalkan
kemaluan-kemaluan mereka dengan kalimat Allah.” (HR. At-Tirmidzi :
1163 dan beliau berkata : “ Hasan Shahih, Dan An-Nasa’i : 9169 dan akhir hadits
( استحللتم), Muslim : 1218 dari Hadits Jabir)
Tanpa adanya hubungan pernikahan seorang laki-laki tidak boleh menyentuh wanita
walaupun hanya untuk berjabat tangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
لأن يطعن في رأس
رجل بمخيط من حديد خير من أن يمس امرأة لا تحل له
“ Aku menancapkan besi pada kepala seorang
adalah lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”
(Berkata Syaikh Al-Albani di Al-Silsilah As-Shohihah 1/395, Hadits ini
diriwayatkan oleh Ar-Rouyani dalam musnadnya 2/227 dengan sannad yang Jayyid)
Bahkan seorang laki-laki diperintahkan untuk
menundukan pandangannya terhadap kaum wanita ajnabiyah (asing/bukun
mahram).
Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman :
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا
فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَايَصْنَعُونَ [النور:30]
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman :
‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat.’” (an-Nur : 30)
Seorang wanita tidak boleh berhubungan dengan
laki-laki ajnabi (asing) karena akan menimbulkan fitnah seperti dengan
mengobrol bersama atau melalui telepon dan saling berbalas sms dengan lawan
jenisnya tanpa ada hajat (keperluan) mendesak bahkan untuk mereka berduaan pada
suatu tempat. Karena wanita adalah fitnah yang paling besar bagi laki-laki maka
dia harus berusaha untuk menjaga dirinya agar tidak terjatuh ke dalam fitnah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
مَاتَرَكْتُبَعْدِيفِتْنَةًأَضَرَّعَلَىالرِّجَالِمِنَالنِّسَاءِ.
“Sepeninggalku aku tidak meninggalkan pada
ummatku suatu fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah
(godaan) wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim Usamah bin Zaid radhiyallaahu
‘anhu)
Yang kita sayangkan pada zaman ini adalah jauhnya para pemuda dan pemudi dari
tuntunan agama. Mungkin tidak seratus persen kesalahan itu dari mereka sendiri,
tetapi banyak faktor yang lain menyebabkan mereka jauh dari perkara yang syar’i
seperti karena faktor pendidikan yang salah atau karena pergaulan mereka yang
kurang baik. Tidak hanya itu, lingkungan dan media masa juga mempunyai andil
dari menjerumuskan pemuda dan pemudi dari perkara yang melanggar agama ini.
Sehingga banyak kita lihat para wanita keluar dari rumah tanpa mengenakan
pakaian yang syar’i. Aurat yang seharusnya ditutupi, mereka singkapkan sehingga
laki-laki manapun bebas untuk memandang keelokan tubuhnya. Na’udzubillah.
Hampir-hampir di setiap tempat kita dapati para wanita yang berpakaian tetapi
telanjang.
Betapa hati ini terluka melihat kenyataan seperti itu, di samping kanan-kiri,
di depan dan di belakang, di sekeliling kita wanita berjalan tanpa busana
(syar’i) atau berpakaian tetapi telanjang. Sekarang mana kecemburuan kita
melihat para suami keluar di tengah kondisi yang seperti itu? Bukankah keadaan
seperti itu bisa menjadi ancaman bagi suami kita sehingga mereka terjatuh pada
perkara yang haram…?. Apalagi suami kita mengeluhkan keadaan yang mereka
hadapi dari dahsyatnya fitnah wanita. Tentu sebagai seorang istri yang
mencintai dan menginginkan kebaikkan suaminya akan berusaha membantu suaminya
agar tetap taat kepada Allah, terjaga dari perbuatan maksiat atau lebih terjaga
kehormatannya akan melakukan yang terbaik untuk suaminya walaupun dengan
sesuatu yang pada keumuman wanita merasa berat dengannya yaitu syari’at
poligami. Bukankah kebahagian suami kita juga kebahagian kita, kalau
dengan suami kita menikah lebih dari satu istri bisa lebih terjaga
kehormatannya kenapa kita tidak menyukai hal yang baik untuk suami kita..?!
Sungguh agama ini telah sempurna dengan memberikan syari’at ta’adud (poligami)
untuk menjadi jalan keluar bagi masalah ini. Yaitu seorang suami menjadi lebih
terjaga dengan didampingi oleh istri-istrinya dan seorang wanita menjadi
terlindungi dengan dia mempunyai seorang suami. Allah Ta’aala berfirman :
فَانكِحُوا مَا
طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا
تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
“ Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku
adil, maka (nikahilah) seorang saja. “ (Qs. An Nisa’ : 3)
Poligami bukanlah sebuah musibah bagi istri
pertama. Seorang istri seharusnya bisa memahami hal ini dan mengerti betapa
beratnya beban yang ditanggung oleh suaminya. Beban jiwa ketika dia keluar
rumah menghadapi fitnah wanita dan beban pikiran dan tenaga untuk mencari
nafkah bagi keluarganya. Sudah sepantasnya kita membantu suami dalam kebaikan
dan ketaatan kepada Allah dengan cara-cara syar’i walaupun dengan sesuatu yang
banyak para wanita berat terhadapnya yaitu syariat poligami. Kalau dengan
seorang suami memiliki lebih dari satu istri dia lebih bisa terjaga
pandangannya dengan yang halal, terjaga kehormatannya dengan adanya
istri-istrinya maka kenapa kita katakan tidak untuk sebuah kebaikan, apalagi
yang mendapatkannya adalah orang yang kita cintai yaitu suami kita. Salah
seorang istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bernama
Ummu Habibah binti Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anhu berkata :
يَارَسُولَاللهِانْكِحْأُخْتِيبِنْتَأَبِيسُفْيَانَ
“ Wahai Rasulullah, nikahilah saudaraku,
putri Abu Sufyan.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
أَوَتُحِبِّينَذَلِكَ
“ Haah…, apakah engkau senang dengan hal
itu?”
Ummu Habibah berkata,
نَعَمْلَسْتُلَكَبِمُخْلِيَةٍوَأَحَبُّمَنْشَارَكَنِيفِيخَيْرٍأُخْتِي
“Ya, (agar) aku tidak bersendirian dengan
dirimu. Sesungguhnya orang yang paling aku sukai untuk menemaniku dalam berbuat
kebaikkan adalah saudariku.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
إِنَّذَلِكَلاَيَحِلُّلِي
“ Sesungguhnya yang demikian itu tidaklah
halal bagiku (menggabungkan dua saudara dalam pernikahan –ed).” (HR.
Bukhari)
Maka kalau ada yang bertanya kenapa aku ingin
dimadu maka akan kubawakan hadits ini dan berkata karena aku mencintai suamiku
maka aku menginginkan kebaikkan untuknya, dan poligami diantara kebaikkan itu.
Maka aku katakan untuk para muslimah justru kebaikkan poligami diantara yang
paling merasakan kebaikkan dan manfaatnya adalah para wanita tetapi banyak
wanita yang tidak mengerti. Maka seharusnya kita katakan sebagai bentuk
keimanan kita kepada Allah, Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah
mensyariatkan poligami untuk kebaikkan alam semesta ini walaupun banyak orang
yang tidak memahaminya.
Perlu diketahui bahwa dengan menikah lagi tidak
berarti seorang suami tidak mencintai istrinya yang pertama atau tidak
menginginkannya lagi. Bahkan itu adalah bukti cintanya karena dia tidak memilih
untuk menceraikannya agar bisa menikah lagi. Atau memilih jalan yang lain
melanggar syariat Allah. Tetapi banyak alasan yang mendorong seorang suami
menikah lagi, sebagian suami ada yang memiliki kemampuan syahwat yang besar
yang tak cukup dengan hanya seorang istri, sebagian lagi terdorong agar lebih
terjaga kehormatannya, sebagian lagi terdorong sebagai solusi terbaik dalam
rumah tanggganya, yang lain karena terdorong ingin mempunyai anak atau banyak
anak dan alasan-alasan lainnya.
Cukuplah seorang istri dikatakan egois ketika dia
menolak atau menghalangi suaminya mengambil haqnya untuk menikah lagi, apalagi
ada alasan yang sangat kuat dia melakukan hal tersebut. Sebagai seorang
muslimah seharusnya dia menerima apa-apa yang telah disyari’atkan dalam agama
ini. Allah Subhaaanahu wata’aala berfirman :
Allah Ta’aalaa berfirman :
وَمَاكَانَلِمُؤْمِنٍوَلامُؤْمِنَةٍإِذَاقَضَىاللهُوَرَسُولُهُأَمْرًاأَنْيَكُونَلَهُمُالْخِيَرَةُمِنْأَمْرِهِمْ
وَمَنْيَعْصِاللهَوَرَسُولَهُفَقَدْضَلَّضَلالًامُبِينًا
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang
mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka.
Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah
tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. al-Ahdzab [33] : 36)
Apa sih salahnya jika ada seorang suami ingin
menikah lagi? Dan ia sendiri mampu untuk berlaku adil terhadap para istrinya
mengapa harus kita tidak setujui atau bahkan menghalangi mereka dalam mengambil
haqnya..?!
(1) Penulis adalah istri dari Abu Ibrahim
‘Abdullah al-Jakarty
Muraja’ah Abu Ibrahim Abdullah Al-Jakarty
No comments:
Post a Comment
Silahkan jika anda yang ingin komentar, namun tolong gunakan bahasa yang sopan